TUGAS MIKROBIOLOGI 1: CORYNEBACTERIUM

Corynebacterium

Kingdom         : Bacteria
Phylum            : Actinobacteria
Order               : Actinomycetales
Suborder         : Corynebacterineae
Family             : Corynebacteriaceae
Genus              : Corynebacterium
Spesies            : Corynebacterium diphtheriae

Flora normal adalah kumpulan organisme yang umum ditemukan pada orang sehat normal dan hidup rukun berdampingan dalam hubungan yang seimbang dengan host-nya. Kebanyakan flora normal adalah bakteri. Beberapa virus, jamur dan protozoa juga dapat ditemukan pada orang sehat. Flora normal diperoleh dengan cepat selama dan segera setelah lahir dan perubahan terus-menerus selama pertumbuhan terkait umur, gizi dan lingkungan individu. Misalnya, pada bayi yang diberi ASI langsung dapat ditemukan streptokokus dan lactobacilli pada saluran pencernaannya, sedangkan yang diberi minum botol menunjukkan rentang organisme yang lebih luas dan banyak. Organisme flora normal biasanya  ditemukan di bagian-bagian tubuh yang kontak dengan lingkungan seperti kulit, hidung dan mulut, usus dan saluran urogenital. Organ-organ dan jaringan biasanya steril.
Corynebacterium diphtheriae merupakan bakteri gram positif, bersifat aerob, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini berbentuk basil seperti palu (pembesaran pada salah satu atau kedua ujung) dengan diameter 0,1 – 1 μm dan panjang beberapa μm. Ada 4 biotipe C. diphtheriae, yaitu: gravis, mitis, intermedius dan belfanti. Chang et al. membedakannya berdasarkan kultur dan reaksi biokimia. Pada medium rutin, jenis gravis menghasilkan koloni besar, kasar, irreguler, warna abu-abu, dan tidak mengakibatkan hemolisis eritrosit. Jenis mitis membentuk koloni kecil, halus, konveks dan dapat mengakibatkan hemolisis eritrosit. Jenis intermedius terlihat sebagai koloni kecil dan halus dengan bintik hitam di tengahnya serta mengakibatkan hemolisis eritrosit.(Sukarno, dkk., 2013).
Dinding sel Corynebacterium mengandung meso-diaminopimelic acid dan mycolic acid rantai pendek dengan 22-36 atom karbon. Palmitic, oleic dan stearic merupakan asam lemak utama yang ada pada semua Corynebacteriu. GC content bervariasi dari 46-74%. Gambaran mikroskopik menunjukkan bentuk batang, gram positif dan terdapat granula metakromatik bila diwarnai dengan Methylen blue atau pewarnaan albert. Bakteri bersifat anaerob fakultatif, non-motil, tidak berkapsul, tidak berspora dan memproduksi katalase. (Putranto, dkk., 2014).
Corynebacteria membentuk karakteristik yang tidak teratur. Corynebacterium diklasifikasikan sebagai Actinobacteria. Mereka mengalami gerakan setelah pembelahan, sehingga membentuk karakteristik menyerupai huruf Cina. Genus Corynebacterium terdiri dari berbagai kelompok bakteri yang merupakan patogen pada  manusia dan hewan dan sebagian yang lain merupakan flora normal diberbagai organ terutama kulit dan saluran napas (Putranto, dkk., 2014).
Beberapa Corynebacteria merupakan bagian dari flora normal manusia, terdapat di hampir semua situs anatomi, terutama kulit dan mukosa hidung. Corynebacteria banyak ditemukan sebagai flora normal pada kulit dan mukosa hidung, kira-kira 75 persen, 25 persennya lagi bisa ditemukan  pada konjungtiva, mulut, faring, saluran pencernaan bagian bawah, uretra anterior dan vagina adalah flora penghuni kulit yang menetap. Beberapa spesies menyebabkan acne (jerawat).
Menurut penelitian Price (1938), yang ditulis pada WHO guideline on hand hygiene in health care, menyatakan bahwa bakteri yang dapat diidentifikasi pada tangan dapat dibagi atas dua kategori, residen atau transien. Flora residen meliputi mikroorganisme yang menempati bagian bawah sel-sel superfisial pada stratum corneum dan juga dapat ditemukan pada permukaan kulit. Spesies dominan yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus epidermidis. Bakteri residen lain termasuk S. hominis dan jenis staphylococci lainnya, selanjutnya diikuti oleh bakteri-bakteri coryneform seperti propionibacteria, corynebacteria, dermobacteria dan micrococci.
Flora residen pada kulit memiliki 2 fungsi proteksi : antagonis terhadap mikroorganisme yang merugikan dan kompetisi terhadap nutrisi pada ekosistem. Secara umum flora residen jarang dikaitkan dengan infeksi, namun dapat menyebabkan infeksi pada daerah steril tubuh, mata atau kulit yang mengalami kerusakan.
Suatu mikroorganisme yang membuat kerusakan atau kerugian terhadap tubuh inang, disebut sebagai patogen. Sedangkan kemampuan mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit disebut patogenisitas. Ketika suatu mikroorganisme memasuki inang yang memasuki jaringan tubuh dan memperbanyak diri, mikroorganisme dapat menimbulkan infeksi. Jika keadaan inang rentan terhadap infeksi dan fungsi biologinya rusak, maka hal ini dapat menimbulkan suatu penyakit. Patogen merupakan beberapa jenis mikroorganisme atau organisme lain yang berukuran yang lebih besar yang mampu menyebabkan penyakit.
Corynebacterium diphtheriae merupakan agen penyebab penyakit difteri. Bakteri ini dapat menghasilkan toksin difteri ketika dilisogenik oleh bakteriofaga tertentu. Manusia hanya diketahui sebagai host dan tidak diketahui dengan pasti reservoir alaminya. Corynebacterium diphtheriae merupakan spesies dari genus Corynebacterium (Putranto, dkk., 2014).
Corynebacterium meliputi minimal 46 spesies dan 31 diantaranya berhubungan dengan kesehatan. Umumnya mereka ditemukan di tanah dan air serta tinggal di kulit dan membran mukosa manusia dan hewan. Corynebacterium diphtheriae merupakan spesies utama yang menyebabkan penyakit pada manusia. Selain Corynebacterium diphtheriae ada spesies lain yang mampu memproduksi toksin difteri, yaitu Corynebacterium ulcerans dan Corynebacterium pseudotuberculosis (Putranto, dkk., 2014).
Penentu Patogenisitas Corynebacterium diphtheriae mencakup dua fenomena yang berbeda, yaitu :
1.    Invasi jaringan lokal dari tenggorokan, yang membutuhkan kolonisasi dan proliferasi bakteri berikutnya. Sedikit yang diketahui tentang mekanisme kepatuhan terhadap difteri C. diphtheriae tapi bakteri menghasilkan beberapa jenis vili. Toksin difteri juga mungkin terlibat dalam kolonisasi tenggorokan. 
2.    Toxigenesis: produksi toksin bakteri. Toksin difteri menyebabkan kematian sel eukariotik dan jaringan oleh inhibisi sintesis protein dalam sel. Meskipun toksin bertanggung jawab atas gejala-gejala penyakit mematikan, virulensi dari C. diphtheriae tidak dapat dikaitkan dengan toxigenesis saja, sejak fase invasif mendahului toxigenesis, sudah mulai tampak perbedaan. Namun, belum dipastikan bahwa toksin difteri memainkan peran penting dalam proses penjajahan karena efek jangka pendek di lokasi kolonisasi
Difteri adalah penyakit saluran napas atau yang ditandai dengan sakit tenggorokan, panas dan adanya pseudomembran pada tonsil , faring dan atau rongga hidung yang disebabkan Corynebacterium diphtheriae dengan memproduksi toksin difteri. Toksin difteri yang diproduksi Corynebacterium diphtheriae dapat menyebabkan myocarditis, polyneuritis, dan efek sistemik lainnya. Gejala difteri yang lebih ringan dapat terjadi pada kulit. Difteri ditularkan melalui kontak fisik secara langsung atau cairan aerosol dari penderita. Difteri merupakan penyakit fatal yang sangat serius dengan dengan CFR 5-10%. Pada usia dibawah 5 tahun dan dewasa lebih 40 tahun case fatality rate (CFR) bisa mencapai 20%.
Difteri masuk ke tractus respiratorius bagian atas melalui droplets inhalasi, per oral, bakteri berkembang biak dan menimbulkan luka infeksi. Bakteri mengeluarkan toksin lalu menjadi eksotoksin, lalu terabsorbsi dalam mukosa, menimbulkan kerusakan pada epitel dan peradangan superficial dan terjadilah nekrosis.



Daftar Pustaka
Putranto, R.H., K. Sariadji, Sunarno dan Roselinda. 2014. Corynebacterium diphtheriae   Diagnosis Laboratorium Bakteriologi. Yayasan Pustaka Obor Indonesia: Jakarta.

Sunarno, K. Sariadji dan H.A. Wibowo. 2013. Potensi Gen dtx dan dtxR sebagai Marker             untuk Deteksi dan Pemeriksaan Toksigenisitas Corynebacterium diphtheriae.




0 komentar:

Post a Comment

My Instagram